Clusterisasi wilayah pemasaran yang dilakukan oleh dealer telah menjadi momok yang menakutkan dan menyengsarakan bagi sebagian besar pedagang pulsa, terutama pemain server dengan modal kecil, dan menjadi kenikmatan bagi sebagian besar pemodal besar.
Salah satu aturan yang diterapkan oleh dealer adalah bahwa pedagang tidak boleh menjual pulsa ke nomor-nomor yang berada di luar wilayah cluster yang dikuasai dealer bersangkutan. Aturan lain adalah bahwa pedagang hanya boleh membeli stok pulsa di satu dealer yang telah ditunjuk, dengan kata lain tiap dealer memonopoli wilayah yang (katanya) “ditunjuk” oleh operator seluler untuk dikuasainya.
Dalam prakteknya, aturan-aturan ini hanya disampaikan oleh pihak dealer maupun pihak operator seluler secara lisan kepada para pedagang, kenapa demikian? Kuat dugaan dealer maupun operator seluler sadar dan paham bahwa aturan yang mereka berikan kepada pedagang merupakan pelanggaran hukum, terutama undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam undang-undang ini praktek pembagian wilayah pemasaran sangat dilarang, dan sanksinya adalah pidana.
Dealer maupun operator seluler sangat paham dan menyadari bahwa mereka sedang melakukan pelanggaran hukum, jadi membuat aturan secara tertulis sama saja dengan menyerahkan diri mereka untuk diadili.
Lalu apa hubungannya dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan ?
Dalam undang-undang ini perdagangan barang/jasa dengan menggunakan sistem elektronik diatur secara khusus. Kita memahami bahwa penjualan pulsa elektronik sepenuhnya menggunakan sistem elektronik.
Dalam pasal 65 ayat 1 disebutkan :
“Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar.”
Dalam hal ini, Dealer sebagai pelaku usaha yang memperdagangkan pulsa seluler bertanggung jawab untuk menyediakan “Data” dan “informasi” secara “lengkan dan benar”.
Adapun “data” dan “informasi” yang harus disediakan secara terperinci disebutkan pada ayat 4, yaitu :
a. identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;
b. persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;
c. persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan;
d. harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa; dan
e. cara penyerahan Barang.
Bila tidak menyediakan data dan informasi tersebut dealer bisa mendapat sanksi pencabutan ijin sebagaimana tertulis pada ayat 6. Dan bisa dipastikan sampai hari ini, tidak ada dealer yang menyediakan informasi yang LENGKAP dan BENAR tentang persyaratan teknis perdagangan pulsa seluler yang mereka perdagangkan.
Bila diperhatikan, isi keseluruhan pasal 65 ini, dalam kasus dealer pulsa seluler, setidaknya menyatakan bahwa dealer tidak bisa lagi hanya menyampaikan aturan-aturan terkait perdagangan pulsa seluler hanya secara lisan. Aturan yang disampaikan secara lisan tentu akan sulit memenuhi kriteria “LENGKAP dan BENAR”.
Sebaliknya, bila dealer membuat aturan tertulis, maka mereka telah memberikan bukti kuat tentang pelanggaran terhadap undang-undang lain.
Dengan demikian, setiap pedagang pulsa berhak mendapatkan informasi tentang persyaratan teknis perdagangan pulsa seluler dari dealer secara LENGKAP dan BENAR, yaitu dalam bentuk tertulis, bukan lisan.
Jadi, aturan tentang CLUSTER, KPI dan MONOPOLI dealer atas wilayah clusternya harus dituangkan dalam bentuk tertulis, dan setiap pedagang yang memegang kartu Mkios, Mtronik, Dompul dan sebagainya harus mendapat setidaknya satu salinan dari aturan tersebut dari dealer masing-masing.
Kita berharap dengan adanya undang-undang ini, tidak ada lagi pembodohan dan tindak kesewenang-wenangan oleh pengusaha- pengusaha besar terhadap pedagang kecil, sebagaimana selama ini dilakukan oleh para distributor pulsa seluler terhadap pedagang pulsa, terutama terhadap para pemain server bermodal kecil.