Telkomsel mengganti istilah
"hardcluster" menjadi "pembagian wilayah operasional
kerja", hal ini dilakukan untuk mengelabui masyarakat dari praktek pelanggaran
hukum yang selama ini dilakukan Telkomsel. Istilah "hardcluster"
yang sejak awal 2009 telah menjadi ikon bagi praktek curang dalam perdagangan
pulsa, dirasa Telkomsel bisa merusak image masyarakat terhadap perusahaan
telekomunikasi terbesar tersebut, terutama dengan banyaknya protes dari para
pedagang pulsa.
Penggunaan istilah baru ini mulai digunakan sejak Juni 2013 bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kontrak untuk masa kerja 2 (dua) tahun dengan semua distributor pulsa Telkomsel yang berlangsung di Jakarta.
Salah satu BM distributor yang tidak mau disebut namanya mengakui poin pembagian wilayah pemasaran yang diperkenalkan Telkomsel dengan istilah “wilayah operasional kerja” ini tercantum dalam kontrak kerja yang ditandatangani oleh distributor pada bulan Juni 2013 lalu di Jakarta.
Pada prakteknya, “pembagian wilayah operasional kerja” tidak berbeda dengan "hardcluster", yakni Telkomsel membagi wilayah Indonesia menjadi cluster-cluster kecil, dimana tiap cluster terdiri dari beberapa kecamatan. Perusahaan-perusahaan yang menjadi distributor pulsa Telkomsel harus menandatangani perjanjian dengan Telkomsel untuk tidak mendistribusikan (menjual) pulsa Telkomsel di luar wilayah yang telah diberikan oleh Telkomsel kepada distributor yang bersangkutan. Bila melanggar, menurut seorang Branch Manager salah satu distributor pulsa Telkomsel yang berhasil ditemui tim HZNews, mereka akan terkena sanksi pengurangan stok di periode minggu berikutnya. Sanksi lain yang masih menurut sumber yang sama, adalah pemindahan distributor yang bersangkutan ke “daerah kering”, yakni daerah yang penjualan pulsa Telkomselnya sangat minim, sehingga keuntungan distributor dipastikan akan berkurang.
Mau tak mau para
distributor juga memberlakukan hal yang sama kepada pedagang pulsa Telkomsel.
Hal ini untuk menjaga "raport" mereka, pembagian wilayah pemasaran ini juga diakui oleh beberapa pedagang yang ditemui HZNews. Sebagian besar
dari pedagang merasa dizalimi dengan praktek ini, tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. "Dapur mesti dijaga, mas, kalo melawan malah gak dikasi belanja", demikian komentar pak Parjo, salah seorang pedagang pulsa ketika ditanya pendapatnya soal "hard cluster".
Banyak masyarakat belum paham
akan efek jangka panjang dari praktek pembagian wilayah pemasaran oleh Telkomsel dan beberapa operator seluler lain. Dengan membagi-bagi wilayah pemasaran, Telkomsel dengan mudah
menyetir distributornya untuk tidak saling bersaing dalam menjual pulsa
Telkomsel. Distributor tidak perlu menyediakan layanan yang maksimal dalam
melayani pedagang, sebab para pedagang tidak punya pilihan lain sebagai tempat
membeli stok pulsa Telkomsel. Mereka hanya bisa membeli stok pulsa Telkomsel pada distributor yang ada di wilayah mereka berjualan, bila membeli ke distributor di tempat lain, para pedagang tidak akan dilayani. Ini sudah kesepakatan para distributor dengan Telkomsel.
Tanpa persaingan yang sehat, maka Telkomsel dengan mudah pula menyetir harga pulsa Telkomsel di pasaran. Hal
ini terbukti dengan tidak adanya pergeseran harga pulsa Telkomsel sejak tahun
2009, dimana aturan hard cluster mulai diberlakukan. Bahkan pada sekitar bulan Oktober
2013 Telkomsel mulai mencoba keampuhan praktek monopoli ini dengan menaikkan harga pulsa dengan nominal 5000 di sisi
pedagang.
Dengan aturan hardcluster, atau
sekarang diperkenalkan Telkomsel dengan istilah “pembagian wilayah
operasional kerja” Telkomsel berhasil menjadikan perdagangan pulsa
Telkomsel seperti distribusi BBM (bahan bahak minyak), dengan monopoli penuh,
distributor-distributor pulsa Telkomsel bisa duduk nyaman tanpa harus bersaing
sesama distributor, tidak butuh pekerja yang handal, tidak butuh biaya promosi,
tidak perlu layanan yang profesional dalam melayani pedagan pulsa.
Pada akhirnya yang paling dirugikan adalah pelanggan Telkomsel yang menggunakan kartu seluler Simpati dan Kartu As, karena harga pulsa kedua kartu seluler ini hanya akan bisa naik, tak pernah bisa turun sesuai dengan perkembangan pasar..
Efek lain dari praktek Monopoli bagi kedua kartu seluler ini adalah pelayanan yang tidak semakin baik, buktinya, untuk menyampaikan keluhan saat ini, para pelanggan Kartu As dan Simpati sudah dikenakan biaya. Jadi masih mau mengeluh? Wani Piro?