Pembatasan Wilayah Pemasaran adalah PELANGGARAN terhadap UNDANG-UNDANG, merugikan Negara, merugikan Pedagang, terutama merugikan Pelanggan. "Pembatasa Wilayah Pemasaran Pulsa" merupakan tindakan MONOPOLI penjualan pulsa agar operator seluler bisa mengatur harga pulsa di pasar

Monday, November 25, 2013

HARD CLUSTER TELKOMSEL, demi LABA BESAR manfaatkan HUKUM yang lemah.

 
Hard Cluster Telkomsel Kejam dan Rakus
HARD CLUSTER, masyarakat umum pasti belum akrab dengan istilah ini, bahkan sebagian besar pedagang pulsa pun tidak begitu memahami apa yang terjadi dengan istilah ini. Bagi sebagian besar pedagang HARD CLUSTER hanyalah sebuah peraturan yang wajar dan harus mereka taati sebagai sebuah aturan dagang milik sang produsen.
Tidak banyak yang peduli dengan asal-usul, tujuan, ataupun akibat dari aturan Hard Cluster ini. Memang tidak banyak pihak yang dirugikan secara langsung dengan aturan Hard Cluster ini, kecuali pemilik server pulsa. Ya, pemilik server pulsa memang satu-satunya pihak yang paling dirugikan dengan aturan ini.
Namun di masa mendatang, bila aturan ini terus berjalan, maka yang paling dirugikan adalah pelanggan operator seluler. Kenapa ? Karena dengan aturan Hard Cluster maka tidak ada persaingan sama sekali di antara distributor pulsa. Tanpa persaingan maka operator seluler akan dapat dipastikan akan mengatur harga pulsa semaunya.

Apa itu Hard Cluster Telkomsel ?
Walaupun tidak pernah ada aturan tertulisnya, namun dari fakta dilapangan, penjelasan pihak Telkomsel, keterangan pihak dealer, keterangan sales maupun dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan pihak dealer serta prakteknya di lapangan, Hard Cluster Telkomsel bisa dijelaskan sebagai berikut:
  1. Wilayah Pemasaran pulsa Telkomsel dibagi menjadi cluster-cluster kecil yang terdiri dari 4 – 5 kecamatan untuk tiap cluster.
  2. Di tiap cluster biasanya ada 2 (dua) dealer yang beroperasi, namun Reseller (pedagang) hanya boleh berbelanja ke satu dealer saja. Dalam hal ini ada semacam kesepakatan sesama dealer untuk tidak melayani penjualan kepada pedagang yang berjualan di luar clusternya.
  3. Pedagang pulsa yaitu pemilik kartu Mkios Reseller hanya boleh menjual pulsa kepada pelanggan Telkomsel yang berada di wilayah cluster dealer tempatnya membeli stok Mkios. Singkatnya, bila Anda berbelanja di dealer A maka Anda hanya boleh berjualan di kecamatan-kecamatan yang dikuasai oleh dealer A.
  4. Dikenal istilah “Inner” yang artinya penjualan Mkios di wilayah cluster dealer yang bersangkutan. Contoh: Bila pedagang A membeli stok Mkios di Dealer B yang wilayah clusternya berada cluster C, maka bila pedagang A menjual pulsa ke pelanggan Telkomsel, penjualan tersebut dianggap “Inner” bila : pembeli tersebut menggunakan pulsa tersebut pertama kali di wilayah cluster C.
  5. Dikenal istilah “Outer” yang artinya penjualan Mkios ke luar wilayah cluster dealer yang bersangkutan. Contoh: Bila pedagang A tadi menjual pulsa ke pelanggan yang berada di wilayah cluster X, maka pedagang A dianggap melakukan penjualan “Outer”. Atau bila pedagang A menjual ke pelanggan di wilayah cluster C, namun pelanggan tersebut setelah membeli pulsa lalu pergi ke wilayah cluster X dan menggunakan pulsanya di wilayah cluster X, maka pedagang A tetap dianggap melakukan penjualan “Outer”.
  6. Pedagang Mkios yang melakukan penjualan “Outer” akan dikenakan sanksi berupa pemblokiran kartu Mkios milik pedagang dan tidak dilayani untuk membeli stok Mkios, alias harus berhenti berjualan pulsa Telkomsel.
  7. Ada toleransi penjualan “Outer” kira-kira 20-30 persen per minggu yang diperbolehkan, walaupun data ini tidak ada yang tahu dari mana datangnya.
Bila disimpulkan, maka HARD CLUSTER Telkomsel adalah Pembagian Wilayah Pemasaran pulsa Telkomsel. Praktek ini jelas melanggar undang-undang, terutama pasal 15 undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang isinya : 

Pasal 15 
  1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
  2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
  3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
          a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau   
          b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang
              menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Bila ditanya, apakah Telkomsel dan Dealernya punya perjanjian dimana Dealer hanya boleh menjual stok pulsa Telkomsel di wilayah yang ditunjuk oleh Telkomsel? Hanya Tuhan dan mereka-mereka yang terlibatlah yang tahu akan hal ini. 

Yang pasti, dalam praktek di lapangan hal ini jelas terjadi. Pedagang hanya punya 1 (satu) pilihan tempat berbelanja stok Mkios, dan hanya hanya bisa menjual di beberapa kecamatan yang telah ditentukan oleh Dealer kepada setiap pedagang.

Dan hal inilah yang tidak bisa diterima oleh pemain server pulsa. Kenapa? Dengan cara ini server pulsa milik Dealer dan orang-orang “dekat”nya saja yang bisa eksis, sedangkan server pulsa lain akan mati pelan-pelan sesuai kehendak Dealer. Dan itu sudah terjadi.

Jadi tidak salah, kalau para pemain server menduga sejak awal bahwa aturan Hard Cluster ini dibuat oleh Telkomsel hanya untuk bisa menguasakan perdagangan pulsa Telkomsel kepada pihak-pihak tertentu. Dengan begitu maka tidak ada persaingan harga di level bawah, ini tentu menguntungkan Telkomsel secara sepihak.

Entah disadari atau tidak, sejak aturan Hard Cluster diberlakukan oleh Telkomsel, nyaris tidak pernah terjadi penurunan harga di level pedagang, hal ini tentu menjadi salah satu tujuan dari Telkomsel, yaitu agar bisa mengatur harga. Dengan tidak adanya persaingan di level Dealer dan pedagang maka harga pulsa bisa diatur sedemikian rupa, dan tanpa sadar PELANGGAN Telkomsel telah menjadi KORBAN, karena harga pasar tidak lagi berlaku, yang berlaku adalah harga MONOPOLI. Tidak ada jaminan harga tidak akan naik, siapa yang bisa protes, karena pedagang sudah diatur, maka harga pun bisa diatur.

Apakah Telkomsel berani melanggar hukum ?

Ini memang pertanyaan menarik, kuat dugaan Telkomsel memang tahu benar kalau aturan Hard Cluster ini melanggar undang-undang, namun pihak-pihak yang diuntungkan dengan Hard Cluster ini juga tahu kalau pun tindakan mereka dapat dibuktikan, hukumannya sangatlah ringan.

Dalam undang-undang no. 5 tahun 1999, sanksi untuk perjanjian tertutup (pasal 15) hanya didenda 25 milyar, bandingkan dengan hasil penjualan pulsa Telkomsel setiap harinya. Dari data yang penulis dapat, transaksi pulsa Telkomsel untuk tahun 2010 mencapai 10jt transaksi per hari, dan Dealer mengantongi 3% keuntungan dari Nominal pulsa. Jika kita anggap semua transaksi itu adalah pulsa 10.000, maka 3% x 10.000 = 300 rupiah, padahal sekarang harga dari Dealer ke pedagang adalah 10.250, jadi ada selisih 550 rupiah untuk dealer, jadi 550 x 10jt = 5.500.000.000 keuntungan per hari.

Siapa yang mau berbagi keuntungan besar ini ? Inilah yang diusahakan Telkomsel dan pihak-pihak yang ingin mengusainya agar keuntungan besar ini tidak lepas dari genggaman mereka. Tak penting apakah melanggar hukum atau tidak.

Kalaupun suatu saat ada penegak hukum yang mengungkitnya, para pihak yang bermain sudah meraih cukup banyak keuntungan, dan denda yang harus mereka bayar paling besar hanya 25 milyar rupiah (kasus Semen Gresik hanya didenda 1 milyar).

Bayangkan keuntungan mereka selama 3 tahun terakhir ini ! 3 x 365 hari x 5.5 milyar = Rp. 6.022.500.000.000,- (enam triliun dua puluh dua milyar lima ratus juta rupiah). Adakah keuntungan ini untuk pembangunan dan pelayanan pelanggan Telkomsel ? Saya kira tidak, mengingat keluhan masyarakat ke Telkomsel bukan semakin berkurang. Bahkan, sekarang pelanggan Telkomsel yang mengeluh harus membayar “uang keluhan” sebesar Rp. 300 per sekali mengeluh. Kalau gak percaya silahkan telepon 116 maka anda akan diarahkan ke 188 yang berbayar, kalau gak mau bayar jangan lanjutkan, tahan aja keluhan anda di dalam hati.

Yang paling tidak masuk akal dari aturan ini adalah pedagang dipaksa untuk mengetahui dimana posisi nomor ponsel yang akan diisi, bila nomor tersebut berada di luar cluster dealer yang bersangkutan, maka kemungkinan pedagang akan terkena “outer” alias melanggar aturan. Maka sebagai pedagang Anda harus bertanya pada pelanggan posisi nomor yang hendak diisi.

Hal ini tidak dapat dilakukan oleh server pulsa, bahkan saya yakin Dealer sendiri tidak punya teknologi yang bisa mengetahui posisi suatu nomor ponsel sebelum pulsanya diisi. Jadi darimana dealer tahu bahwa pedagang telah menjual “inner” atau “outer”? Kecuali mereka memata-matai nomor ponsel milik si pedagang dan bertanya kepada Telkomsel posisi nomor ponsel yang diisi pedagang, maka kecil kemungkinan dealer punya data persentase “inner” dan “outer” pejualan para pedagang. Atau kemungkinan lain, dealer mendapat bocoran data-data transaksi yang terjadi di nomor ponsel pedagang, dari mana lagi kalau bukan dari Telkomsel.(js)
































Monday, November 11, 2013

Hari ini tanggal sebelas bulan november tahun dua ribu tiga belas, resmi terbit blog Hard Zone News. Blog ini didedikasikan untuk menunjang perjuangan Perhimpunan Pedagang Pulsa dan Seluler Indonesia (PPPSI) wilayah Sumatera.

Semoga perjuangan kita dalam menegakkan hukum dalam perdagangan pulsa dapat diwujudkan. Untuk itu aturan "hard cluster" oleh operator seluler harus dihapuskan, karena jelas-jelas telah melanggar undang-undang terutama pasal 15 undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,  yang berbunyi :

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Hukum harus ditegakkan !

Merdeka..... Merdeka.... Merdeka.....!!!!